Yesus
yang Tidak Pernah Saya Ketahui Sebelumnya
Pada bagian awal penulis
buku yang saya baca menjelaskan beliau mengenal Yesus pada awalnya lewat sebuah doktrin. Awal di
sekolah Minggu, beliau mengenal Yesus sebagai sosok yang sangat manis, lemah
lembut, gembala yang baik. Berlanjut ke sekolah alkitab, beliau sudah mulai
mengenal Yesus sebagai sosok yang bisa dijadikan objek pengamatan. Beliau
mengaku, selama dalam sekolah alkitab dosen-dosen mengajak mereka untuk
membangun hubungan yang baik dengan Yesus, tetapi beliau sendiri merasa Yesus
semakin jauh, karena apa yang dipelajari tidak dikontekstualisasikan. Saya tiba
pada bagian tulisan yang menurut saya ini muncul sebagai suatu pengantar yang
ingin mengatakan bahwa beliau adalah orang yang skeptis terhadap Yesus. Misalnya
pertanyaan tentang bagaimana mungkin mengajari orang untuk berbuat baik pada
sesama manusia membuat orang dislaib ?. Film Pier Paolo Pasolini yang
digambarkan dalam buku ini, menampilkan cerita yang bisa saya sebut sanat polos
diangkat dari kitab Matius, tanpa ada tambahan sedikitpun. Yesus memang datang
bagi kaum yang terpinggirkan, yang lemah, atau dengan kata lain yang bukan
kaya. Yesus pada masa-Nya, bagi para penguasa adalah sumber kekacauan dan
pengganggu ketenangan. Karena keskeptisan yang beliau miliki, beliau kemudian
memunculkan beberapa pertanyaan maupun pernyataan yang bisa dikatakan itu
adalah langkah awal dalam tulisan beliau pada bab-bab berikutnya. Misalnya
pertanyaan kalau Yesus memang diragukan sebagai Tuhan, dan kemudian Yesus
adalah orang yang eksis pada zamannya, mengapa cerita tentang Yesus begitu
penting, begitu diresapi oleh berjuta-juta umat di seluruh dunia sampai
sekarang ini ? Mengapa hari kelahiran-Nya menjadi begitu penting di kalangan
sebagian besar umat yang mengikuti Dia pada zaman ini ?. Saya senang dengan
salah satu pemikiran pada bab awal ini, yang mengatakan bahwa kalau Yesus tidak
pernah berkarya pada zaman-Nya, tidak mungkin akan ada cerita-cerita sehebat
seperti yang ada dalam cerita-cerita injil sekarang ini. J.B Phillips
berpendapat setelah beliau menerjemahkan dan menulis kembali injil, tidak ada
orang yang bisa menciptakan peristiwa yang begitu tidak berseni dan rapuh
seperti dalam injil itu, kecuali peristiwa yang sebenarnya memang terjadi di
balik kisah-kisah ini. Walter Wink juga punya pemikiran yang sama, kalau Yesus
tidak pernah hidup, kita tidak akan bisa menciptakan tokoh seperti Dia.
Imajinasi manusia tidak sampai bisa menciptakan pencitraan yang hebat seperti
yang Yesus miliki sekarang. H.G.Wells yang bahkan bukan seorang Kristen, dalam
pengakuannya mengatakan bahwa sejarah memang telah berpusat pada sosok Yesus.
Ujian sejarah membuat Yesus ada dalam nomor satu urutan Orang yang memiliki
kebesaran. Hal lain yang ingin saya tampilakn dari bagian awal ini adalah
tentang bagaimana beliau menggambarkan Allah yang terinkarnasi dalam Yesus itu
sebenarnya Allah ingin memberi Dirinya untuk diperiksa, diuji oleh orang-orang
skeptis dan biarkan orang-orang itu sendiri yang memutuskan. Banyak karya,
banyak tulisan, banyak penggambaran yang muncul terhadap sosok Yesus. Banyak
kontradiktif yang muncul, antara doktrin dan hasil penelitian masa kini. Banyak
penggambaran itu malah semakin membuat penulis sadar bahwa mempelajari Yesus
semakin dalam, semakin membuat penulis merasa sukar untuk merasa sok tahu
tentang Yesus. Penulis menyimpulkan bahwa terdapat masalah dengan kebanyakan
tulisan dan pemikiran tentang Yesus. Membaca injil melalui lensa kilas maju
dewan gereja itu adalah hal yang bermasalah sebenarnya. Sejarah jangan pakai
lensa kilas maju, sejarah harus mampu membuat orang yang membacanya merasa
seperti ada disana, di tempat sejarah itu terjadi (Barbara Tuchman).
Bagian kedua buku ini, berbicara
tentang kelahiran. Bagian-bagian menarik dari proses kelahiran, yang tidak
pernah digambarakan dalam setiap perayaan natal, misalnya kekejaman Herodes
pada masa kelahiran Yesus yang tidak pernah digambarkan dalam sebuah kartu
natal. Cerita tentang sebuah kelahiran yang sangat tidak masuk akal untuk zaman
sekarang maupun zaman itu untuk dipahami. Untuk cerita tentang kelahiran Yesus,
saya pikir tanpa membaca buku inipun kita semua sudah tahu kisahnya dan dimana
letak kemustahilan secara akal manusia itu. Hal tersebut kemudian menjadi
sangat menarik untuk dibahas ketika melihat kartu-kartu ucapan natal sekarang,
perayaan natal sekarang yang menggambarkan hal berbeda dari kenyataan kelahiran
Yesus pada masa itu. Misalnya Maria yang digambarkan sangat tenang pada kartu
ucapan natal, padahal kenyataannya ketika berita kelahiran itu datang, kondisi
Maria adalah terkejut ( seperti yang digambarkan dalm injil Lukas ). Kenyataan
kelahiran Yesus dalam keadaan seperti waktu itu, sanat tidak mungkin terjadi
untuk masa kini. Kalau kelahiran Yesus terjadi pada masa kini, mungkin jalan
yang akan dipilih adalah jalan aborsi. Tetapi menurut penulis, cerita kelahiran
Yesus membuat kita harus bisa mengakui bahwa Maria adalah orang pertama yang
menerima Yesus apa adanya. Maria memberi respon baik dalam menanggapi apa yang
menjadi rencana Allah, apa yang menjadi karya Allah. Hal ini kemudian yang akan
menjadi alasan mengapa orang juga ada yang lebih mengagungkan Maria. Seperti yang
terjadi di Cina, ketika orang lebih memilih untuk percaya Maria daripada Yesus
yang disalibkan. Mereka tidak menerima bahwa seseorang dialhirkan di dunia
hanya untuk disiapkan untuk disalibkan di kayu salib. Mereka lebih memilih
Maria yang dengan kerendahan hati mengandung dan melahirkan Yesus. Yesus lahir
bukan saja dalam keadaan yang baik, namun ada di tengah berbagai pergolakan
kekaisaran yang memerintah saat itu. Yesus pada zamannya, luput dari para
pencatat sejarah, karena yang diagungkan saat itu adalah kaisar. Namun yang
membuat beda adalah para pengikt Yesus bertahan sampai saat ini sedangkan
kekaisaran Romawi tidak. Keilahian Yesus digambarkan sebagai Allah yang rendah
hati, bisa didekati,penampilan yang sederhana, berani. Dalam kerendahan hati,
Allah digambarkan datang kedunia tidak dengan suatu keadaan yang mewah, serba
komplit bak kunjungan seorang ratu ke negara asing. Tetapi Allah yang adalah
penguasa mau datang ke dunia melalui suatu proses yang sangat sederhana. Allah
memilih datang melalui Yesus yang dilahirkan di sebuah tempat makan hewan.
Perbedaan yang sangat signifikan antara kehadiran Allah dengan kunjungan
seorang pejabat di suatu wilayah msialnya. Allah berinkarnasi dalam Yesus
adalah agar manusia dapat mendekati Yesus. Cara-cara yang Allah pakai terkadang
salah dimengerti oleh manusia, karena Alalh Maha Besar, tindakan Allah terllau
besar untuk dimengerti, makanya Allah memilih berinkarnasi lewat Yesus supaya
dapat berbicara secara langsung kepada manusia, dan manusia dapat mengerti apa
yang Allah kehendaki. Manusia dunia menghormati para penguasa dalam kemewahan
mereka, tetapi Alalh suka dengan orang-orang yang sederhana. Keberanian Allah
untuk hadir dalam sosok Yesus, membuat kita semua harus paham bahwa Allah memang
punya maksud yang sangat mulia dengan menggunakan Yesus sebagai alat untuk menyatakan
kekuasaan dan kasih-Nya kepada manusia yang jelas-jelas adalah komunitas yang
brutal dan ceroboh yang ada di planet yang bernama bumi ini. Peristiwa
kelahiran atau natal mendapat inti yaitu sebagai kemahakuasaan Alalh masuk ke
dalam sosok yang disebut bayi Yesus. Yesus adalah gambaran dari Allah yang
tidak kelihatan, yang lebih utama dari segala yang diciptakan.
Satu
fenomena menarik yang memang baru saya sadari juga. Yesus adalah seorang
Yahudi, tetapi pengikut-Nya sampai sekarang bukan orang-orang Yahudi.
Keyahudian Yesus tidak perlu diragukan, Dia sungguh berasal dari keluarga
Yahudi, menjalankan tabiat-tabiat seperti ketika besar, mengunjungi sinagoge,
berbicara dengan istilah yang bisa dimengerti oleh sesama Yahudi. Tetapi Yesus
kemudian hanya dianggap seperti manusia biasa oleh para Yahudi. Yesus dimata
Yahudi, hanya anak Maria yang adalah manusia biasa. Menurut penulis, mengapa
Yahudi tidak percaya pada Yesus ? Karena Yesus tidak berhasil memenuhi harapan
mesias yang dinantikan orang Yahudi. Yahudi dalam persiapan pasca pembuangan
sangat menantikan seorang mesias. Kebudayaan Yahudi dan karakteristik dari
masing-masing kelompok orang Yahudi dalam buku ini, membuat saya mengerti bahwa
mengapa Yahudi benar-benar tidak sepenuhnya mengikuti Yesus. Yahudi adalah
komunitas yang sangat menghormati tabiat, kebiasaan atau kebudayaan mereka.
Mereka memegang teguh apa yang sudah menjadi hukum dalam komunitas mereka.
Ketika Yesus datang dengan pernyataan misalnya siapa yang mau mengikuti Yesus
harus meninggalkan ayah, ibu dan sanak saudaranya. Jelas ini merupakan hal yang
sangat tidka mungkin bagi orang Yahudi. Misalnya Yesus memakai perumpamaan
orang Samaria, orang Yahudi pasti tidak suka hal itu karena mereka menganggap
bangsa di luar mereka adalah kafir. Ini mungkin menjadi gambaran umum mengapa
Yahudi tidak percaya Yesus. Mengapa pula Yesus harus menjadi objek orang Farisi
? karena orang Farisi sanagta memegang teguh aturan atau hukum mereka. Ketika
Yesus datang dan menggantikan nama ajaran mereka dengan sebutan ‘perjanjian
lama’, secara logika kita sendiri pasti dapat berpikir bahwa mereka pasti
marah. Yesus adalah ancaman bagi hukum dan kebiasaan mereka, maka masuk akal
kalau kaum sanhedrin waktu itu melihat Yesus sebagai pengganggu kedamaian.
Cerita pencobaan di padang gurun,
membuat saya ada dalam sebuah paham. Memang benar Yesus ini adalah Yesus yang
tidak pernah saya ketahui sebelumnya. Karakter Yesus dalam cerita pencobaan
membuat kita mengerti apa yang dipirkan manusia, itu tidak sama dengan yang
Alalh pikirkan. Ketika iblis mencobai Yesus, Yesus bekerja sesuai dengan apa
yang dikehendaki Allah. Pencobaan di padang gurun mengungkapkan perbedaan dasar
antara kuasa Allah dan kuasa iblis. Iblis memiliki kuasa untuk mengintimidasi,
untuk membuat takjub, untuk memaksa kepatuhan, untuk menghancurkan. Dan manusia
telah belajar dari semua hal ini. Manusia tentu menginginkan sosok mesias
seperti yang ada dalam sosok point-point pencobaannya iblis. Tetepi kuasa Allah
berbeda dengan apa yang iblis dan manusia inginkan. Kuasa Allah adalah dari
dalam dan tidak memaksa, Allah menginginkan iman yang tumbuh bebas bukan
percaya karena mujizat ( novel Dostoevsky ). Saya suka kalimat yang diberikan
oleh penulis dalam bagian ini, “seperti yang diketahui setiap orangtua dan
kekasih, kasih dan cinta menjadi tidak berdaya kalau yang dikasihi memilih
untuk menolaknya. Manusia yang terus menuntut Allah untuk harus hadir dalam
sebuah kesempurnaan nyata dan dalam sebuah kepastian agar eksistensi Allah
tidak diragukan lagi adalah sebenarnya pencerminan bahwa iblis ada di dalam dia
untuk menggodai dia, hal ini sama seperti yang iblis lakukan bagi Yesus. Allah menekankan kerendahan hati, lemah
lembut, tidak tamak dan nafsu duniawi. Saya senang dengan apa yang ditulis
MacDonalds,’memahami kebnaran adalah dengan membuatny tumbuh, bukan dengan
membalas dendam atas anma kebenaran itu..Ia menolak setiap keinginan untuk
bekerja mebih cepat untk kegunaan yang lebih rendah.’ Yesus dalam pencobaan
padang gurun memberi tahu kita satu karakter Yesus yaitu Yesus tidak memaksakan
kehendak. Yesus lebih suka membeberkan akibat sebuah pilihan, kemudian
melemparkan keputusan kembali kepada pihak lain. Dalam hal ini bisa disebut
manusia diberi kebebasan etis, untuk memilih.
Yesus dalam rupa fisik yang tidak pernah
diketahui, karena catatan dalam injil tidak pernah menggambarkan hal tersebut
tidak bsia dijadikan pertimbangan untuk mengenal kepribadian Yesus. Dalam titik
tolak injil, sosok Yesus adalah sosok yang luar biasa. Saya bisa merasakan
bagaimana penulis mengungkapkan kekagumannya kepada Yesus dengan mengingat
semua hal yang tertulis dalam injil mengenai Yesus. Yesus digambarkan sebagai
seorang pemimpin yang penuh kharisma, wibawa, penuh kasih sayang, beda dari
semua manusia biasanya. Yesus tidak mengutamakan keagungan diri-Nya,
lebih-lebih ketika Yesus menyembuhkan orang, Yesus malah berkata iman orang
itulah yang menyembuhkan dia. Yesus menenkankan sifat rendah hati, Yesus tidak
pilih kasih, Dia adalah milik semua orang yang mau datang kepada-Nya. Dalam
injil, Yesus digambarkan sangat luar biasa. Penulis menyebut Yesus pada zaman
itu sebagai rabi. Yesus memperlihatkan sifat-sifat yang tidak munafik, artinya
Yesus terang-terangan mengatakan Dia membutuhkan orang lain, pemilihan 12 murid
yang bukan hanya sebagai murid tetapi juga sahabat, bisa membuktikan hal ini.
Satu hal menraik yang juga penulis tunjukkan dari hal ini adalah 12 rasul yang
Yesus pilih adalah bukan orang-orang yang sangat pandai, bahkan tingkah laku
merekapun seperti orang-orang konyol pada zaman itu, tetapi tidak dapat kita
pungkiri bahwa kekristenan berkembang sampai abad ini, adalah dari mereka.
Bukan orang pandai yang terpakai, tetapi orang-orang yang seakan-akan tidak
menjanjikan saat itu yang Yesus pilih bekerja dengan Yesus. Apa maksud hal ini
bgai kita pada masa kini ? Sayangnya penulis tidak terlalu lebih mendetail
alasan mengapa Yesus begitu.
Pada akhirnya, saya ada pada sebuah
pemikiran ( tentunya berdasarkan kata sepakat dengan apa yang Philip Yancey
tuliskan ) bahwa doktrin gereja yang hanya menekankan pada gaya “percaya dan
jangan bertanya”, sebenarnya sedikit keliru. Yesus saja sangat menghargai dan
menghormati kebebasan manusia. Dalam hal ini doktrin-doktrin yang diberikan
didasarkan pada cerita mujizat, cerita misteri, otoritas gereja, umat tidak
diberi kesempatan untuk sendiri mengalami Yesus dan mengenal sendiri lewat apa
yang menjadi pengalamannya itu. Yesus tidak ingin iman yang terkekang, iman
yang percaya hanya karena melihat mujizat. Yesus ingin iman yang bebas, percaya
karena memang pribadi sendiri yang alami, pribadi sendiri yang membuat percaya.
Penulis Philip Yancey membuat saya mengerti akan hal ini. Beliau menggambarkan
Yesus dari sisi yang berbeda. Selama ini Yesus yang didoktrin adalah
berdasarkan Yesus menurut cerita sejarah. Namun satu point yangs aya tangkap
dari pemikiran Yancey adalah bahwa iman saya harus bertumbuh secara bebas,
sesuai dengan pilihan hati saya. Saya mengenal Yesus tidak boleh hanya melalui
doktrin, tetapi pertanyaan-pertanyaan skeptis, itulah yang menjadi pintu
gerbang saya mengenal Yesus di luar dari apa yang sudah didoktrinkan. Satu gaya
penulisan dan pemikiran lain yang saya tangkap dari Philp Yancey adalah beliau
menampilkan hal-hal yang tidak mungkin, tidka masuk akal untuk kta nalar pada
masa kini, namun dari hal-hal yang tidak masuk akal itulah, beliau menengaskan
sebuah point bahwa dari keraguan akan Yesus adalah kunci bahwa kita tidak boleh
ragu. Selama berabad-abad kekristenan berkembang dengan memusatkan ajaran pada
sosok Yesus ini, apakah itu bukan hal yang gila jika memang Yesus ini hanya
manusia biasa yang tidak puya sisi keilahian tetapi diikuti, dipuja oleh
berjuta orang di selurub dunia ?. Philip Yancey menjawab keskeptisan
orang-orang skeptis dari sudut pandang yang saya anggap ini ‘strike’. Adakah
orang yang bisa menjelaskan mengapa dari semua kenyataan kemustahilan yang
diceritakan tentang Yesus, orang-orang sampai abad ini begitu memuja-Nya ? pengikut-Nya
di seluruh dunia bukan juta tetapi berjuta-juta. Buku ini sungguh membangun
iman saya akan Yesus. Yesus yang saya kenal setelah membaca buku ini adalah
Yesus sebagai manusia biasa yang dipilih oleh Allah untuk Allah berinkarnasi ke
dalam diri-Nya. Semua proses, cerita, kejadian selama Yesus di bumi, sulit
dipahami oleh akal manusia karena memang itu adalh bagian dari pernyataan
Allah. Bab 4 buku ini membuat saya mengerti mengapa kadang-kadang saya tidak
mampu percaya yang Allah buat, karena pikiran saya hampir sama dikuasai seperti
pikiran iblis, bukan pikiran Allah. Semua kejadian yang dituliskan sampai bab
14 saya pahami sebagai bagian penulis ingin saya dan pembaca lainnya tahu apa
maksud Allah berinkarnasi dalam diri Yesus dan mengerti ajaran Yesus agar
manusia dapat mengerti Allah. Allah berinkarnasi dalam sosok manusia Yesus,
yang saya pahami adalah dengan maksud agar manusia dapat mendekati, mengamati,
dan memeriksa pribadi Allah secara langsung dan yang penting adalah manusia
dapat mengerti apa yang dibicarakan atau dikehendaki oleh Allah. Ajaran dalam
ucapan bahagia mengenai makna menjadi orang miskin yang Yesus ajarkan, bisa
menjadi salah satu contoh bagi saya agar mengerti apa yang Allah mau dari hidup
saya. Kalau Allah yang langsung berbicara, saya pikir Allah terlalu Maha Besar
untuk manusia pahami. Akal manusia tidak sanggup menggapai-Nya.
Komentar
Posting Komentar