Langsung ke konten utama

Penggunaan Modal

Bab III
Uniba
Penggunaan Modal

Teori pendukung
-          struktur keuangan perusahaan

Kebijakan pendanaan berkaitan dengan penataan struktur kapital atau struktur sumber dana yang digunakan untuk melakukan investasi agar dapat meningkatkan profitabilitas. Struktur kapital ini merupakan kombinasi sumber dana yang digunakan untuk menunjang operasional dengan pengaturan alokasi sumber dana apakah dibiayai dari ekuiti ataukah dari modal. Sejauh ini tidak ada ukuran yang pasti tentang struktur kapital. Struktur kapital berbeda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Bahkan (Brigham-Gapenski, 1995:951) mengatakan bahwa struktur kapital berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara lainnya. Struktur kapital di Jepang umumnya didominasi oleh 85% hutang, Jerman rata-rata didominasi oleh hutang sebanyak 64%, dan Amerika Serikat struktur hutang rata-rata mencapai 55% dari kapitalnya.
Perbedaan  struktur kapital antar negara ini dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain laporan keuangan yang berbeda dan pengenaan pajak yang berbeda. Perbedaan pada laporan keuangan meliputi: 1) perbedaan dalam melaporkan transaksi keuangannya apakah berdasar cash basis ataukah perpetual, 2) adanya  perbedaan penanganan atau treatment terhadap leased assets, 3) adanya perencanaa dana pensiun yang berbeda, 4) tatalaksana dan pengakuan atas kapitalisasi suatu assets, 5) pengakuan pengeluaran, apakah diakui sebagai investasi ataukah sebagai biaya, hal ini erutama untuk pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan dengan sumber daya manusia, 6) dan lain-lain.
Perbedaan dalam kebijakan pajak juga dapat berakibat pada berbedanya struktur kapital. Pajak bagi perusahaan bersifat deductible atau pengurang, sedangkan bagi perorangan atau individual pajak mutlak untuk dibayarkan tanpa membedakan enghasilannya, apakah dari gaji, dividen, pendapatan bunga simpanan, ataukah penghasilan lain. Kebijakan pajak ini ternyata berbeda, contohnya di Jepang dan Jerman untuk gain tidak dikenaka pajak (Brigham-Gapenski, 1995). Kebijakan ini memicu kecenderungan untuk meningkatnya hutang (leverage) dan menurunkan penggunaan sumber dana berasal dari ekuitas. Perilaku ini juga menyebabkan para investor lebih menyukai investasi dalam bentuk saham karena perputaran likuiditasnya lebih cepat. Hal ini berbeda dengan perilaku di Amerika Serikat dimana pendapatan dari gain tetap dikenakan pajak. Penggunaan leverage lebih rendah untuk diseimbangkan dengan ekuitas, dan kecenderungan investasinya lebih menyukai pembelian obligasi, T-Bill, dan sejenisnya yang relatif berjangka panjang dan mendapatkan jaminan return yang memadai.
Selain dua alasan yang disebutkan di atas, terdapat alasan lain seperti kemungkinan terjadinya kebangkrutan dan juga adanya biaya keagenan (agency cost). Ketika probabilitas kebangkrutan meningkat maka struktur kapital yang berasal dari hutang akan mengalami penurunan.
Berkaitan dengan operasional perbankan, dimana bank sebagai kreditor, ketika nasabahnya mempunyai kecenderungan yang meningkat untuk terjadinya kebangkrutan, terlebih lagi bank tersebut merupakan bagian dari korporasinya, maka pihak manajemen bank dapat mengambil alih kepemilikan untuk menjadi pemegang saham terbesar, melakukan penggabungan saham individual untuk disaukan dengan kepemilikan bank, serta menempatkan officernya untuk menduduki posisi kunci di perusahaan tersebut. Perilaku seperti ini sering terjadi di Jepang dan di Jerman.  Di Indonesia hal tersebut sangat memungkinkan karena perjanjian anatara bank dan nasabahnya umumnya menempatkan bank pada posisi yang lebih kuat.
Besarnya rasio antara ekuitas dan hutang tidak ada standar baku, hanya saja dapat dikatakan bahwa perusahaan tanpa hutang atau perusahaan dengan semuanya dibiayai oleh hutang, kedua-duanya dapat dikatakan tidak baik. Kondisi terbaik adalah ada kombinasi antara hutang dan ekuitas. Besarnya kombinasi tergantung pada jenis apa usaha tersebut, dan digunakan untuk apa sumber dana tersebut. Brigham-Gapenski (1995:396) mengatakan bahwa investasi yang dirupakan dalam assets yang nyata (tangible assets) ada kecenderungan dibiayai oleh hutang (leverage), tetapi untuk investasi yang bersifat tidak nyata (intangible assets) dibiayai oleh sumber non hutang.
Equity atau modal merupakan sumber dana asli yang dimiliki oleh pemegang saham. Modal mempunyai banyak komponen, meliputi seluruh saham, modal disetor, tambahan modal, cadangan-cadangan, serta laba ditahan. Modal banyak mendapat perhatian terutama untguk mengukur nilai perusahaan, yang rationya terkenal dengan istilah book value per share, yaitu rasio antara modal yang dimiliki pemegang saham dibagi dengan jumlah outstanding saham. Book value ini biasanya mempunyai nilai yang berbeda antara nilai pari (par value)  dan nilai pasar (market value).
Berbagai pengamatan lain menunjukkan bahwa keputusan keuangan secara empiris mempertimbangkan struktur kapital, hanya saja ini jarang dibahas secara teoritik. Hal seperti ini hanya terlihat dari perilaku pengambilan keputusan saja. Kaitannya dengan pajak, biasanya manajer keuangan tidak apat memprediksi secara pasti tentang berapa besarnya pajak yang harus dibayarkan, tetapi biasanya manajer tersebut sudah mengalokasikan pembayaran pajak pada pos hutang pajak. Besarnya rasio antara ekuitas dan hutang biasanya mengacu pada pengalaman-pengalaman terdahulu. Jadi dengan kata lain, struktur kapital lebih cenderung bersifat historis.

Perdebatan Teori Struktur Modal

Awal tahun 1960an. Prof. Gordon Donalson dari Harvard University mengamati apa yang terjadi dengan struktur capital pada perusahaan-perusahaan korporasi. Ia berpendapat bahwa: 1) perusahaan lebih menyukai meningkatkan keuangannya dari sisi internal terutama dalam bentuk laba ditahan dan depresiasi, 2) perusahaan mengatur target rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) berdasarkan pada ekspektasi keuntungan investasi yang dilakukan serta ekspektasi atas cash flow. Target ini biasanya disesuaikan dengan seberapa besar laba ditahan dan depresiasi yang didapatkan, 3) perusahaan biasanya mempertahankan besarnya dividen sebagaimana sering dilakukan, dan ada keengganan untuk menaikkan besarnya dividen jika tidak dibarengi dengan keyakinan akan mampu mempertahankan besarnya dividen baru, tetapi juga enggan untuk tidak membayarkan dividen jika sudah biasa membayar dividen,  4) jika cash flow perusahaan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran yang dibiayai, perusahaan akan menempatkan investasinya ke dalam surat-surat berharga yang marketable, membayar hutang-hutangnya, meningkatkan dividen, atau melakukan pembelian ulang saham (repurchase stock). Sebaliknya jika cash flow tidak mencukupi untuk mengadakan suatu proyek tertentu, maka langkah pertama yang dilakukan adalah mencairkan surat-surat berharga yang dimiliki. Jika tidak mencukupi baru melakukan peminjaman, atau bahkan melakukan konversi hutang ke dalam modal, atau bahkan menjual seluruh saham yang dimiliki. Dengan empat temuannya itu Donaldson berpendapat bahwa ada pecking order dalam pembiayaan.
Pendapat Donaldson ini dibantah oleh Steward Myers yang mencatat bahwa pendapat Donalson tersebut tidak konsisten, karena pecking order bersifat masa lalu, bukan masa depan untuk menentukan struktur capital. Bantahannya terletak pada argumen bahwa ekuiti ditingkatkan dari dua hal, yaitu laba ditahan dan saham baru. Susunan di dalam pecking order, laba ditahan lebih diposisi atas sedangkan saham baru di posisi bawah. Jika laba ditahan mempunyai hubungan yang kuat dengan investasi yang dilakukan, maka rasio ekuitas akan naik. Jika  investasi yang dilakukan relative tinggi, umumnya perusahaan akan menambah hutang, bukan menjual saham, tentu saja ratio hutang akan meningkat. Ini menunjukkan bahwa ratio antara hutang dan ekuiti akan cenderung  konstan. Lebih lanjut Myers berpendapat bahwa teori Donaldson ini harus diberlakukan asumsi asymmetric information. Oleh karena itu Myers menjuluki teori Donaldson sebagai asymmetric information theory.
Kedua teori, baik yang dikembangkan oleh Donaldson ataupun Myers sangat berbeda dengan yang dikembangkan oleh Modigliani-Miller, yang kemudian dikenal dengan trade-off theory. Modigliani-Miller berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya tergantung pada pendapatan operasional masa depan (future operating income), bukan tergantung pada struktur kapital yang menggambarkan komposisi antara debt dan equity. Hal yang terpenting terkait dengan hutang yang ada adalah bagaimana  mengunakan hutang agar berdaya guna menghasilkan keuntungan. Penelitian Modigliani-Miller berikutnya yang memperhitungkan pajak perusahaan menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara harga saham dengan tingkat hutang. Ketika hutang perusahaan meningkat, maka harga saham meningkat. Ini semakin meyakinkan bahwa penggunaan hutang untuk melakukan investasi yang menguntungkan akan menaikkan harga saham. Ini terjadi karena dengan menggunakan investasi yang dibiayai dari hutang maka perusahaan akan membayar pajak lebih rendah, sehingga operating income perusahaan akan meningkat. Namun demikian Modigliani-Miller tidak menyarankan untuk membiayai seluruh investasi dengan hutang, karena pada titik tertentu penggunaan hutang akan disertai financial distress yang ditandai dengan peningkatan biaya kapital (cost of capital).



Sumber-sumber pendukung modal
Modal suatu perusahaan umumnya dapat digolongkan sebagai modal dasar dan modal tambahan. Modal dasar merupakan modal yang disetor oleh pemilik perusahaan. Modal tambahan merupakan modal yang ditambahkan untuk memperbesar modal dasar. Modal tambahan bersumber dari banyak hal, seperti:
1) melalui penerbitan (emisi) saham. Tujuan dari penerbitan saham adalah untuk menambah dana segar baru (fresh money) yang dapat digunakan untuk memperbesar modal perusahaan agar semakin kompetitif dalam menjalankan usahanya. Penerbitan saham baru ini akan mengurangi dominasi pemilik perusahaan  (owner), tidak lagi sebesar seratus persen, tetapi berkurang sebanding dengan ratio jumlah saham baru yang diemisikan. Namun biasanya, pemilik awal persahaan akan menjaga dominasinya sebagai pemegang saham mayoritas, karena pemegang saham mayoritas merupakan pengendali utama perusahaan.
2) laba ditahan, yaitu: menahan laba usaha untuk digunakan menunjang aktivitas perusahaan (earning retained). Laba ditahan ini umumnya belum jelas diperuntukkan untuk apa. Sebelum adanya kejelasan alokasinya, laba ditahan ini secara sementara dapat digunakan sebagai sumber dana untuk membiayai operasional perusahaan. Umumnya laba ditahan akan  dialokasikan untuk pembagian dividen, bonus karyawan, dana corporate social responsibility (CSR), dana pengembangan sumber daya manusia (SDM), juga untuk dikapitalisasi menambah besarnya modal dasar.
3) memanfaatkan dana dari penyusutan atas aktiva perusahaan. Penyusutan aktiva dapat digolongkan ke dalam tiga golonga, yaitu: deplesi, depresiasi, dan amortisasi. Deplesi merupakan penyusutan nilai aktiva tetap perusahaan yang berupa sumber daya alam, seperti tanah pertambangan, dan sejenisnya. Depresiasi merupakan penyusutan atas aktiva tetap yang bukan berbenuk sumber daya alam, seperti gedung, mesin,  kendaraan, peralatan, dan sejenisnya. Amortisasi merupakan penyusutan nilai atas hak-hak perusahaan, seperti hak paten, hak cipta, dan sejenisnya.
4) melakukan penilaian ulang aset perusahaan untuk disesuaikan dengan nilai pasar yang berlaku. Kegiatan ini disebut dengan revaluasi. Umumnya yang dilakukan revaluasi adalah aset perusahaan yang berjangka waktu lama dan bersifat tidak mudah tergantikan, dan nilainya mempunyai kecenderungan meningkat, contohnya tanah. Bagi mesin-mesin, kendaraan, peralatan, kurang cocok untuk dilakukan revaluasi, karena nilainya berkecenderungan turun, dan mudah tergantikan.

Teori Modigliani-Miller

Franco Modigliani dan Merton Miller mengeluarkan teori yang terkenal dengan sebutan Teori Modigliani-Miller. Teori ini merupakan basis dari pemikiran moderen tentang struktur modal keuangan (capital structure). Basis teori ini mengatakan bahwa pajak, biaya kebangkrutan, informasi yang asimetris, dan efficient market tidak mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Sehingga tidak ada masalah begi perusahaan apakah akan menambah modal dengan cara menjual saham ataupun melalui hutang. Demikian pula dalam hal pembagian dividen. Maka, teori Modigliani-Miller ini sering diistilahkan dengan capital structure irrelevance principle.

Modigliani pada tahun 1985 mendapatkan hadiah nobel dalam bidang ekonomi untuk pemikirannya itu. Pada tahun 1990 juga mendapatkan hadiah nobel bersama dengan Harry Markowitz dan William Sharpe untuk karya mereka “work in the theory of financial economics”. Sedangkan Miller pada catatannya tentang “fundamental contribution to the theory of corporate finance”.

Modigliani dan Miller menuangkan teori mereka dalam bentuk artikel ketika keduanya dijadikan sebagai professor pada the Graduate School of Industrial Administration (GSIA) Carnegie Mellon University. Modigliani dan Miller sebenarnya tidak mempunyai pengalaman sama sekali dalam keuangan perusahaan. Namun sejarah menunjukkan bahwa mereka akhirnya mengajar para mahasiswanya tentang corporate finance for business, melalui penuangan pemikiran mereka, yang kemudian terkenal dengan sebutan MM theory, yang berlawanan dengan anggapan selama ini.

Teori ini dibangun dengan asumsi tanpa pajak. Meskipun dalam penjelasannya dijelaskan pula dua kondisi, baik dengan asumsi tanpa pajak ataupun ada pajak. Untuk menjelaskan itu, MM membedakan antara perusahaan yang menggunakan hutang dalam struktur kapitalnya (ini ditandai dengan perusahaan L) dan perusahaan yang hanya dibiayai dengan modal saja atau tanpa hutang (ini ditandai dengan U). MM mengatakan bahwa nilai kedua perusahaan  ternyata sama.


Pembuktian Teorinya:
Keadaan tanpa pajak (without taxes).
Dalil I.

Vu = Vl

Guna membuktikannya, anggap saja seorang investor  hendak membeli salah satu perusahaan U atau L. Untuk membeli perusahaan L, investor dapat saja membeli perusahaan U dengan cash dan membeli perusahaan L dengan hutang sejumlah uang dari B. Return dari dua pola transaksi tersebut akhirnya sama. Artinya, nilai L sama dengan nilai U dikurangi sejumlah uang yang dipinjam dari B. Dimana nilai L adalah hutang.
Penjelasan di atas berdampak pula munculnya beberapa asumsi teori.  Biaya yang harus ditanggung oleh investor dari hutangnya untuk membeli perusahaan sama dengan nilai perusahaan. Ini tidak tergantung pada simetris ataukah asimetris informasi ataupun ada tidaknya efficient market.

Dalil II

Proposition II with risky debt. As leverage (D/E) increases, the WACC (k0) stays constant.

Dalil kedua ini menjelaskan tentang risiko hutang yang melekat. Ketika hutang meningkat (D/E), WACC (K0) tetap konstan.

k_e =k_0+ \frac{D}{E}\left( {k_0 - k_d } \right)

  • ke is the required rate of return on equity, or cost of equity.
  • k0 is the cost of capital for an all equity firm.
  • kd is the required rate of return on borrowings, or cost of debt.
  • D / E is the debt-to-equity ratio.
Dalil ini menyatakan bahwa biaya modal (cost of equity) merupakan fungsi linier dari debt to equity ratio (DER). Semakin tinggi DERnya maki tingkat pengembalian modal yang dibutuhkan akan semakin tinggi pula. Karena, risiko yang tinggi dialami oleh pemegang ekuitas perusahaan yang mempunyai hutang. Rumus ini diturunkan dari teori weighted average cost of capital (WACC).

Dalil ini berasumsi pula bahwa: tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi, individual dan korporasi meminjam dengan tingkat bunga yang sama.
Hasil ini boleh kelihatan tidak relevan (irrelevant) (setelah semuanya, tidak semua kondisi ada dalam dunia nyata), tetapi teori ini masih menjadi bahan pemikiran dan hingga kini masih dipelajari karena itu sangat penting. Di satu sisi asumsi itu berlaku, tetapi di sisi lain masih menyisakan pengujian-pengujian, karena dalam dunia nyata hal itu sangat relevan.


Pada kasus tertentu ternyata kondisinya dapat dikelompokan pada 4 faktor yang dominan terhadap penentuan struktur modal, yaitu:
  • Faktor 1: Stabilitas pendapatan dan kebutuhan modal, komponen variabelnya: Stabilitas penjualan dan kebutuhan modal. Dengan variabel yang dominan adalah kebutuhan modal.
  • Faktor 2: Struktur pasar industri yang terdiri variabel; struktur saingan, tingkat bunga, tingkat pertumbuhan penjualan, dan kadar risiko dari aktiva. Variabel dominannya adalah struktur saingan.
  • Faktor 3: Risiko usaha dan keuangan, yang terdiri variabel; sikap pemberi pinjaman, susunan aktiva, dan sikap manejemen. Variabel dominannya adalah sikap pemberi pinjaman.
  • Faktor 4: Situasi perekonomian yang hanya terdiri variabel keadaan pasar modal, sehingga variabel dominannya adalah variabel keadaan pasar modal.
Untuk penentuan nilai perusahaan, dengan menggunakan pendekatan Tradisional sebagai alat manajemen keuangan diperoleh hasil bahwa nilai perusahaan akan meningkat dengan rata-rata biaya modal perusahaan melalui cara perusahaan modal pinjamannya. Dan struktur modal diterapkan harus mempunyai ratio hutang maksimum sehingga mencapai struktur modal optimum.Pendekatan dalam Teori Struktur Modal
1. Pendekatan Laba Operasi Bersih (NOI Approach)
Dikemukakan oleh David Durand (1952). Pendekatan ini menggunakan asumsi bahwa investor memiliki reaksi yang berbeda terhadap penggunaan hutang perusahaan. Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang bersifat konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan perusahaan.
2. Pendekatan Traditional (Traditional Approach)
Diasumsikan terjadi perubahan struktur modal dan peningkatan nilai total perusahaan melalui penggunaan financial leverage (hutang dibagi modal sendiri).
3. Pendekatan Modigliani dan Miller (MM Approach)
MM berpendapat bahwa risiko total bagi seluruh pemegang saham tidak berubah walaupun struktur modal perusahaan mengalami perubahan. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa pembagian struktur modal antara hutang dan modal sendiri selalu terdapat perlindungan atas nilai investasi. Yaitu karena nilai investasi total perusahaan tergantung dari keuntungan dan risiko, sehingga nilai perusahaan tidak berubah walaupun struktur modalnya berubah. Asumsi yang digunakan adalah, pasar modal sempurna, nilai yang diharapkan dari distribusi probabilitas semua investor sama, perusahaan mempunyai risiko usaha (business risk) yang sama dan tidak ada pajak
Strategi efisiensi biaya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan efektifitas kerja sumber daya perusahaan yang ada. Untuk mengatasi keterbatasan modal kerja dan biaya operasional perusahaan perlu mengadakan perencanaan penghematan diberbagai bidang. Implikasi strategi efisiensi biaya adalah:
  1. Meminimalkan Kenaikan Biaya Tetap dengan cara pertumbhan pegawai negatif dan rasionalisasi pegawai.
  2. Mengurangi Biaya Tetap tunai dengan cara pengaturan struktur modal melalui penggunaan fasilitas kredit jangka panjang untuk memenuhi modal kerja dan penggunaan fasilitas kredit lunak UKM sehingga beban bunga lebih rendah.
  3. Efisiensi biaya variabel dilakukan ditingkat proses produksi dengan cara pengaturan penggunaan lini mesin pemotongan sesuai jumlah sapi . Biaya variabel juga dapat dihemat dengan strategi kemitraan usaha baik ditingkat on farm (penyediaan bahan baku), maupun pemasaran produk sehingga biaya operasional ditanggung barsama.
Untuk menentukan struktur modal yang optimum, digunakan konsep cost of capital. Dengan perhitungan cost of capital hutang obligasi, cost of capital emisi saham baru, cost of capital saham biasa, cost of capital laba ditahan, dan weighted average cost of capital.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kartun KIsah kebaikan dan keberanian Ali Bin Abu Thalib

Definisi Pendidikan Islam Pengertian tentang pendidikan, bila dikaitkan dengan Islam, maka menjadi “Pendidikan Islam”. Nama baru ini tentunya memiliki pengertian tersendiri dari pengertian-pengertian di atas, walau dalam kenyataanya masih dapat ditarik benang merah diantara beberapa pengertian tersebut. Beberpa pengertian tentang pendidikan Islam adalah sebagai berikut: M. Yusuf Al-Qardhawi memberikan pengertian bahwa: “pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan ketrampilanya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan damai maupun perang dan menyiapkanya untuk masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatanya, manis dan pahitnya”. Hasan Langgulung merumuskan pendidikan islam sebagai suatu “proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhir